The Reason Why Masa SMP adalah Masa-Masa Paling Membahagiakan sekaligus Paling Menyedihkan dalam Hidupku

 


The Reason Why Masa SMP adalah Masa-Masa Paling Membahagiakan sekaligus Paling Menyedihkan dalam Hidupku

SMP. Sekolah Menengah Pertama. Masa Putih-Biru. Masa-masa di mana manusia mulai beranjak dewasa. I remember when my teacher always said, “kalian udah SMP, udah bukan anak-anak lagi. Jadi kalian harus meninggalkan kebiasaan masa merah-putih yang kekanak-kanakan, kalian harus mulai serius.”

Jadi, masa ini semua orang harus mulai serius menghadapi hidup mereka, kan? Jadi, semua anak yang berumur 13 tahun harus mulai berpikir dewasa dan meninggalkan masa kanak-kanak, kan?

Masa SMP. Pertama kalinya aku punya teman, pertama kalinya aku punya circle, pertama kalinya aku kemana-mana nggak sendiri, pertama kalinya tidak hadiranku selalu dicari, pertama kalinya aku jatuh cinta yang benar-benar cinta, pertama kalinya aku pengen mati.

Masa putih-biru, masa-masa yang ingin kuulang, walau di masa itu aku pengen mati. Setidaknya, ketika di rumah aku pengen mati, tapi di sekolah aku selalu pengen hidup beratus-ratus tahun lagi bareng mereka.

Dulu, aku masuk ke SMP ini karena aku ketolak di SMP yang deket dari rumah. Sehingga, Ayah berencana untuk memindahkanku ke SMP yang aku pilih setelah diterima di SMP ini. Tapi, itu semua nggak jadi waktu I know this place was belongs to me. Aku akan bahagia ada di sekolah ini.

I meet Nadia from the first time, waktu aku selalu berdoa agar ada anak perempuan lagi yang masuk kelas biar aku punya temen duduk perempuan. Nadia, she’s my first friend in this class. But wait, aku ketemu sama Asta dulu sebenarnya di gugus, tapi dia udah duduk sama Listya-temen SDnya.

Waktu berjalan dan ternyata aku lebih pas dengan Asta, sehingga semua berubah. Aku duduk sama dia sejak itu, sampai lulus, iya sampai lulus. Banyak hal yang terjadi di kelas, mulai dari saling benci, saling menyebar rumor satu sama lain. Bahkan fenomena mermaid ada di kelas waktu itu. Sekarang aku inget, I've always wanted to be in that moment. Aneh aja waktu itu, menjijikkan tapi justru jadi momen paling membahagiakan.

Everyting was alright.

Semua sangat menyenangkan. Setidaknya di sekolah waktu itu sangat menyenangkan.

Di rumah, nothing alright. Ada masalah yang nggak bisa diceritakan, yang jelas waktu itu aku selalu berpikir untuk mengakhiri hidupku, “apa semua orang akan bahagia ketika aku mati? Apa mereka yang udah ngebuat hidupku menderita akan menyesal kalau aku mati? Apa aku harus mati?”

Masa SMP adalah masa-masa paling indah, karena ada mereka. Karena ada mereka yang ngebuat aku bertahan dan pengen hari cepet-cepet pagi biar aku bisa berangkat sekolah dan merasakan bahagia. Kalau ditanya apa sumber bahagiaku waktu itu, jawabannya adalah teman. Aku nggak pernah bisa membayangkan gimana keadaanku saat itu kalau aja teman kelasku bukan mereka.

Dulu aku selalu mikir Tuhan nggak adil. Tapi kalau aku noleh ke belakang dan ngeliat semuanya, Tuhan adil, Tuhan adil dengan ngasih aku keluarga yang nggak rukun dan selalu ada masalah, tapi di waktu yang sama Tuhan ngasih aku temen yang luar biasa selalu ada dan nemenin aku. Tuhan adil karena ngasih aku keinginan untuk mati, tapi di waktu yang sama, aku pengen hidup biar bisa ngeliat mereka terus-terusan.

SMP. Untuk pertama kalinya setiap aku nggak masuk sekolah, Asta akan ngirim pesan dan nanya-nanya kenapa nggak masuk. Ada satu kali, waktu itu aku nggak masuk karena sakit, aku bangun karena mereka—Asta, Listya, dan Lia—udah ada di depan rumah, masih pakai segaram hijau kotak-kotak. Aku inget, setelah mereka pulang, aku nangis karena waktu itu aku bahagia banget bisa ngerasain gimana rasanya punya circle yang kalau aku nggak hadir selalu dicari.

Ada waktu di mana aku nggak ngebolehin mereka ke rumah karena rumah lagi bener-bener kacau, dan Listya selalu bilang, “Yah aku tau kalau kamu lebih suka cerita sama boneka, tapi jangan lupa kalau kamu juga punya kita. Kamu bisa cerita ke kita.” Aku punya mereka. Aku sempat lupa akan hal itu dulu. Aku punya mereka, aku udah nggak lagi sendirian kayak waktu SD, aku udah nggak dibully, aku udah punya temen, seharusnya aku sadar akan hal itu dulu.

Semua udah jadi kenangan sekarang. Semua udah ada di jalurnya masing-masing. Dan aku tetep bahagia hanya dengan negliat mereka tumbuh.

Masa SMP jadi masa paling bahagia buatku, karena ada mereka.

0 komentar