Semakin Bertambah Dewasa Semakin Takut Untuk Bermimpi
Sejak kecil kita akan selalu dibimbing untuk bermimpi.
Aku ingat dulu ketika masih berada di sekolah dasar, guru akan menyuruh kita
untuk selalu bermimpi, mimpi setinggi mungkin. Jadi presiden, jadi guru, jadi
dokter, jadi polisi. Mimpi-mimpi bekerja dengan profesi yang mapan dan terlihat
seperti sebuah kesuksesan.
Tidak ada anak kecil yang paham tentang
pekerjaan-pekerjaan itu. Aku menyebut bahwa aku ingin menjadi dokter, karena
hanya itu cita-cita yang terdengar familiar dan terlihat seperti jadi orang
sukses ketika mampu menjadi dokter. Mimpi yang begitu tinggi, bukan? Padahal
untuk menjadi dokter, harus ada uang dan otak yang menyertai.
Aku tidak tau kenapa cita-cita yang selalu di ajarkan
di sekolah adalah menjadi polisi, guru, dokter. Kenapa bukan menjadi pekerja
pabrik, petani, pengusaha batu bata? Cita-cita yang disebutkan oleh guru
seperti menjadi tolak ukur kesuksesan seseorang.
Tentu, kita diajar untuk bermimpi tinggi, kita tidak
pernah diajar untuk menghadapi mimpi buruk dari mimpi tinggi itu. Tidak ada
guru yang mengajari bahwa mimpi buruk itu ada, dan akan selalu ada.
Sehingga, ketika bertambah dewasa dan aku gagal meraih
mimpi tinggi itu, mimpi buruk seperti hantaman keras yang menghancurkan
segalanya dan aku tidak tau harus bagaimana.
Mimpi buruk itu membuat aku takut untuk bermimpi lagi.
Rasanya sudah cukup sekali saja aku kecewa dengan mimpiku, sudah cukup sekali
saja aku hancur karena gagal meraih mimpi, jadi aku berhenti bermimpi.
Tapi, hal yang paling menakutkan bukan hanya gagal
meraih mimpi, tapi juga pandangan dan omongan orang-orang di sekitar. Ini masih
jadi salah satu faktor kenapa hataman dalam hidup ketika gagal meraih mimpi itu
begitu menyakitkan, orang-orang akan mulai bertanya-tanya bagaimana aku bisa
gagal, seharusnya aku berhasil, atau kegagalan itu membuatku terlihat begitu
bodoh dan lemah di mata orang.
Nggak usah peduli dengan omongan dan pandangan orang
lain ke kita.
Itu yang dikatakan oleh mereka, tapi pada kenyataannya
sesulit itu mengabaikan omongan dan pandangan orang lain terhadap kita.
Sehingga, aku takut untuk bermimpi. Aku begitu takut
mengharapkan sesuatu. Itu yang akhirnya membuatku menjalani hidup tanpa tujuan,
memilih untuk berusaha tidak peduli tentang apa yang terjadi di masa depan,
berusaha bodo amat dan hidup tanpa arah yang jelas.
Yang penting hidup. Udah, nggak tau mau dibawa ke
mana, nggak tau kedepannya gimana, nggak tau yang dipengen apa. Setiap kali aku
berusaha untuk bermimpi lagi, tiba-tiba aku akan berpikir bahwa kegagalan akan
datang.
Tidak ada yang mengajariku untuk menghadapi kegagalan
itu. Mereka semua selalu mengajari untuk berbahagia ketika berhasil, tapi
mereka lupa tentang kegagalan, tentang bagaimana menangisi kesedihan itu.
Tapi, mimpi perlahan muncul kembali ketika aku sadar
bahwa kegagalan akan datang, karena tidak semua hal akan berjalan sesuai
kemauan kita. Hidup nggak akan mulus-mulus aja, akan ada gagal, hancur, sedih,
dan perasaan atau kehidupan menakutkan itu.
Hidup itu hitam dan putih, bahagia dan sedih, berhasil
dan gagal. Nggak ada hidup yang hanya putih aja, sedih aja, berhasil aja. Ada
masa di mana kita akan bahagia, ada juga masa di mana kita akan menangis. Itu
wajar.
Bukan cuman berpikir buruk tentang masa depan, tapi
kita harus sadar kalau kehidupan memang berjalan seperti itu. Kehidupan memang
akan selalu seperti itu. Sukses? Turus? Kalau udah mencapai apa yang kita mau
memang kita akan benar-benar hidup tenang? Enggak, karena kehidupan ada naik
turunnya, kalau udah di atas nggak mungkin selalu di atas, pasti ada hal lain
yang akan ngebuat kita turun.
Tapi di situ poin kehidupan, nggak semua hal bisa
dipelajari dari hal baik aja, nggak semua hal yang di atas jadi tolak ukur
kehidupan. Hal buruk bisa dipelajari juga, hal buruk juga bisa jadi tolak ukur
kehidupan.
Jadi, bermimpi aja, takut aja, sedih aja, dirasain
semua perasaan yang dateng, diterima. Apapun jalan kehidupan, gimanapun nanti, itu
tetap bagian dari hidup, nggak akan ngebuat kita mati kalau bukan kita sendiri
yang pengen mati.
Tapi…nggak semudah itu memang. Setidaknya berusaha
untuk menerima, walaupun susah.
0 komentar