Buku berjudul Laut Bercerita
ini merupakan buku yang membahas sesuatu yang jarang sekali dibicarakan. Kisah
dalam buku bisa dibilang menjadi salah satu bagian dari Sejarah kelam
Indonesia, tetapi cerita ini sangat jarang dibiarakan pada para anak muda yang
seharusnya mengtahui apa yang pernah terjadi di negaranya.
Review Laut Bercerita karya Leila S. Chudori
Blurb:
Jakarta, Maret 1998
Di sebuah senja, di sebuah rumah ssun di Jakarta, mahasiswa bernama Biru
Laut disergap empat lelaki tak dikenal. Bersama kawan-kawannya, Daniel
Tumbuan, Sunu Dyantoro, Alex Perazon, dia dibawa ke sebuah tempat yang tak
dikenal. Berbulan-bulan mereka disekap, diinterogasi, dipukul, ditendang,
digantung, dan disetrum agar bersedia menjawab satu pertanyaan penting:
siapakah yang berdiri di balik gerakan aktivis dan mahasiswa saat itu.
Jakarta, Juni 1998
Keluarga Arya Wibisono, seperti
biasa, pada hari Minggu Sore memasak bersama, menyediakan makanan kesukaan Biru
Laut. Sang ayah akan meletakkan satu piring untuk dirinya, satu piring untuk
sang ibu, satu piring untuk Biru Laut, dan satu piring untuk si bungsu Asmara
Jati. Mereka duduk menanti dan menanti. Tapi Biru Laut tak kunjung muncul.
Jakarta, 2000
Asmara Jati, adik Biru Laut,
beserta Tim Komisi Orang Hilang yang dipimpin Aswin Pradana mencoba mencari
jejak mereka yang hilang serta merekam dan mempelajari testimoni mereka yang
kembali. Anjani, kekasih Laut, para orangtua dan istri aktivis yang hilang
menuntut kejelasan tentang anggota keluarga mereka. Sementara Biru Laut, dari
dasar laut yang sunyi bercerita kepada kita, kepada dunia tentang apa yang
terjadi pada dirinya dan kawan-kawannya.
Laut Bercerita, novel terbaru
Leila S. Chudori, bertutur tentang kisah keluarga yang kehilangan, sekumpulan
sahabat yang merasakan kekosongan di dada, sekelompok orang yang gemar menyiksa
dan lancar berkhianat, sejumlah keluarga yang mencari kejelasan makam anaknya,
dan tentang cinta yang tak akan luntur.
Review:
Saya membeli buku ini karena
saat itu sedang banyak yang membicarakannya. Kebetulan sejak saya kelas sebelas
saya mulai tertarik dengan kejadian tahun 98 itu, itu disebabkan oleh teman
saya yang bnyak bercerita tentang apa yang terjadi pada tahun itu. Lalu saat
beberapa orang mulai membicarakan buku Laut Bercerita ini mengatakan bahwa buku
ini memiliki sesuatu yang akan membuat kit merasa takut.
Akhirnya saya membeli buku
itu. Dan benar, bab pertama sudah menyajikan sesuatu yang keji.
Buku ini bercerita tentang
seorang mahasiswa dari Universitas Gajah Mada jurusan Sastra Inggris bernama
Biru Laut Wibisono. Dia dan teman-temannya bergabung dalam perkumpulan aktivis
mahasiswa bernama Winatra. Perkumpulan itu membahas tentang banyak hal, seperti
tentang masalah Orde Baru yang sedang terjadi pada saat itu. Mereka
mendiskusikan banyak buku-buku terlarang, seperti buku karya Pramoedya Ananta
Toer.
Perjuangan dari pekumpulan
itu tidak mudah, mereka sering dikejar-kejar, ditangkap karena dirasa
perkumpulan itu merupakan perkumpulan yang menentang pemerintah. Di sini Biru
Laut tidak hanya berperan sebagai seorang mahasiswa yang diam-diam menjadi
seorang aktivis saja, tetapi juga dijelaskan perannya sebagai seorang teman,
kekasih, kakak, dan juga seorang anak. Biru Laut dijelaskan sebagai seseorang
yang selalu mencinta keluarga, terutama pada Adiknya yang memiliki kepribadian
yang sangat berbeda dengan dirinya.
Di dalam buku juga terdapat
romansa tentang Biru Laut dan Anjani, seorang pelukis yang mampu membuat Biru
Laut lebih pendiam sejak pertama kali bertemu. Lalu dalm perannya sebagai
seorang teman, Biru Laut diceritakan sebagai seseorang yang pendiam, juga
seseorang yang penuh perhatian.
Terdapat dua sudut pandang
dalam buku Laut Bercerita ini yaitu, sudut pandang Biru Laut dan Asmara Jati
adiknya. Sudut pandang dari Biru Laut bercerita tentang bagaimana perjuangannya
bersama Winatra dalam bersuara.
Dalam sudut pandang Biru
Laut dijelaskan bagaimana rasanya mengalami penyiksaan seperti harus dicambuk,
ditentang, ditidurkan di atas balok es, atau disengat listrik. Dalam
menjelaskan kondisi itu penulis berhasil menjelaskan dengan sangat luar biasa,
karena saya selalu ikut merasa kesakitan setiap kali si Biru Laut menjelaskan
bagaimana kejinya mereka saat menyiksanya. Bahkan tak jarang saya merasa takut
akan diculik karena saya juga memiliki buku karya Pramoedya.
Lalu sudut pandang dari
Asmara Jati yang menjelaskan bagaimana keadaan orang-orang yang ditinggalkan
oleh para aktivis yang menghilang, tak hanya itu juga dijelaskan bagaimana
kondisi para aktivis yang sudah dipulangkan. Asmara menjelaskan bagaimana orang
tuanya yang masih belum menerima kenyataan yang ada, bagaimana anggota Winatra
yang selamat tetapi harus hidup dipenuhi oleh rasa trauma. Dari sudut pandang
Asmara juga menceritakan bagaimana dia bersama Tim Komisi Orang Hilang berusaha
untuk mencari tau kemana perginyapara aktivis yang tidak kunjung pulang itu.
Asmara juga ikut merasakan
keperihannya sendiri. Dia harus kehilangan Kakaknya yang sejak kecil bermain
bersamanya, dia juga harus mampu menghadapi kedua orang tuanya yang selalu
menunggu Biru Langit setiap hari Minggu. Sebagai anak terakhir Asmara merasa
kesakitan karena harus menerima kenyataan bahwa orang tuanya tidak melihat
keberadaan dirinya sejak hilangnya Biru Laut. Tak hanya itu, dia juga harus
mampu menghadapi sang kekasih yang masih terjerat dalam trauma dan terjerat
dalam rasa bersalah karena mampu pulang dengan selamat sedangkan temannya yang
lain menghilang.
Jujur saat saya membaca buku
ini saya merasakan banyak emosi, tak hanya sekali saya menangis saat membaca
setiap kalimatnya. Saya selalu membaca buku ini saat malam hari, sehingga saya
sering merasakan emosi terlebih saat bagaimana para anggota keluarga yang
ditinggalkan tidak bisa menerima kepergian anggota keluarganya yang hilang
tidak diketahui di mana keberadaan tubuhnya.
Kita harus belajar
kecewa bahwa orang yang kita percaya ternyata memegang pisau dan menusuk
punggung kita. Kita tidak bisa berharap semua orang akan selalu loyal pada
perjuangan dan persahabatan.
0 komentar