Tidak ada yang kurindukan dari masa lalu selain hidup tanpa gawai dan diriku yang dulu

Tidak ada yang kurindukan dari masa lalu selain hidup tanpa gawai dan diriku yang dulu



Tidak ada yang kurindukan dari masa lalu selain hidup tanpa gawai dan diriku yang dulu. Aku membenci apapun yang ada di masa laluku.

Setiap kali aku berdiri di tengah jalan ketika malam, aku selalu memikirkan bagaimana bisa aku tidak memngingat kebahagiaan apa yang kudapat ketika kecil dulu? Bagaimana bisa tempat yang sudah kutempati selama hampir delapan belas tahun itu justru jadi tempat yang paling asing di ingatanku?

Setiap aku melihat sudut-sudut ruangan, aku selalu berpikir mengapa yang terputar di ingatanku hanya kejadian-kejadian itu? Mengapa aku tidak memiliki kenangan indah dengan orang tua di dalam rumah ini? Mengapa yang terputar di ingatanku hanya pertengkaran, pecahan piring, dentuman pintu, kalimat-kalimat kasar serta tatapan mata penuh amarah itu? Ini aku yang memang melupakan kebahagiaan masa kecil atau aku yang ternyata tidak punya kenangan bahagia di rumah ini?

Aku ingin bahagia. Aku ingin hidup nyaman dan tenang, tanpa ketakutan. Aku bahkan tidak ingat kapan terakhir kali aku merasa seperti itu. Nyatanya sejak kecil aku takut, aku takut pulang, aku takut bertemu Ayah, aku takut bertemu Kakak, aku takut bertemu teman sekolah, aku takut bertemu sepupu-sepupu. Aku takut dan aku tidak tenang.

 Jika diingat tentang masa lalu. Bukankah membahagiakan hidup tanpa gawai seperti dulu? Terakhir kali aku hidup jauh dari gawai adalah saat sekolah menengah pertama. Kala itu Ketika berbincang dengan teman, tak ada ponsel yang menjadi dinding diantara aku dan orang lain. Seperti hidup hanya ada cerita dari mulut ke mulut dan mata ke mata secara langsung.

Banyak hal yang bisa didiskusikan dulu. Tak perlu dengan ponsel, di sekolah tak perlu banyak foto, tak perlu memikirkan untuk update status saat berkumpul. Rasanya, pertemanan kala itu hanya untuk dirasakan, bukan disebarkan. Aku Bahagia sekali kala itu.

Lalu, diriku yang dulu. Gadis ceria dan bebas itu. Dia menghantuiku setiap aku menatap kaca. Rasanya aku benar-benar merindukannya, dia tidak ada lagi sekarang. Sudah menghilang. Tergantikan oleh aku yang sekarang, ceria tapi tak seceria dulu, dan jelas aku merasa tidak bebas sekarang.

Kerinduan itu selalu muncul setiap aku sendiri dan menyadari bahwa hidupku benar-benar tak bisa seperti dulu. Bahwa aku kemungkinan tidak bisa mengembalikan sosok anak kecil yang dulu kukubur secara paksa.

Aku benar-benar merindukan hidup tanpa gawai dan diriku yang dulu. Belakangan ini aku merasa hidup semakin menakutkan, semakin aneh, dan semakin tidak-tidak. Seperti ada perbedaan yang siknifikan yang sulit kuketahui apa penyebabnya.

Anak kecil di sekitarku sudah bermain gawai semua, mereka bahkan seperti tidak bisa lepas dari ponsel genggam itu. Tak ada lagi petak umpet yang dulu mewarnai hari dengan berteriak dan berlarian, tak ada lompat tali saat sore hari, taka da suara ibu-ibu yang berteriak menyuruh anaknya untuk pulang dan tidur siang. Bukankah saat itu hidup terasa lebik menenangkan?

Suara-suara anak kecil yang tidak mau tidur siang itu menyenangkan bukan? Tapi sekarang aku bahkan tidak pernah tidak melihat anak kecil yang menatap layer ponsel dengan serius, anak sekolah dasar yang sudah bermain game hingga menghabiskan banyak uang, sudah tak ada lagi anak gadis yang bermain boneka-boneka atau masak-masakan, semua beralih pada gawai.


0 komentar