Ratu | Bagian 3 | Coklat Panas


Coklat panas
“Pangeran, ke perpustakaan yuk,” ajak Ratu pada Pangeran yang sedang tertidur di sofa ruang tamu rumahnya. 
“Gue udah nyaman di sini,” jawab Pangeran yang masih memejamkan mata. 
“Ayo dong, nanti di perpustakaan bisa lebih nyaman.”
Ratu dan Pangeran sangat suka ke perpustakaan, bukan untuk belajar atau membaca buku. Melainkan untuk tidur, bagi mereka tidur di perpustakaan itu sangat nyaman, karena tempatnya benar-benar tenang, tidak ada suara-suara berisik. 
Pangeran menghela nafas, lalu membuka matanya dan mengangguk. “Ayo, tapi jangan perpustakaan dekat sekolah, penjaganya udah marah sama kita.”
“Iya-iya Ratu juga ngerti kok. Makanya ayo ke perpustakaan yang deket sama kantornya Om Alfian. Oke?” 
Laki-laki itu mengerutkan dahinya. “Lo gila? Perjalanan ke sana itu satu jam, belum kena macetnya. Keburu gue ketiduran di mobil, Bambang.”
“Yah nggak apa-apa, Bambang, yang penting ke perpustakaan itu,” ucap Ratu.
Pangeran membulatkan bola matanya dengan kesal. “Tunggu, lo nggak jatuh cinta sama penjaga perpus itu kan?”
“Heh, ngawur. Kenapa jadi ke penjaga perpus.”
“Lo dari kemarin malam ngomongin dia mulu.” Pangeran menggelengkan kepalanya. “Wah, kalau emang bener, gue jadi percaya kalau lo cewek,” lanjutnya.
“Dari dulu Ratu itu cewek, kalau cowok itu Raja.” Ratu menghembuskan nafasnya. “Udah deh. Ayo berangkat sekarang,” ucapnya sambil menarik lengan Pangeran.
Pangeran hanya bisa pasrah dengan semuanya. Yang bisa ia lakukan hanya menuruti permintaan Ratu, tidak bisa menolak sedikit pun. 
Baru saja setengah perjalanan, tapi mereka sudah terjebak di kemacetan. Saat kecil Pangeran sangat benci dengan kemacetan, ketika dia terjebak macet, dia lebih memilih untuk jalan kaki daripada menunggu jalanan itu lancar. Tapi, semenjak dia bisa mengendarai mobil, dan dia harus mengantar Ratu, kebenciannya itu hilang. 
“Tuh kan, gue bilang apa. Dasar keras kepala!” 
“Pangeran, sekali-sekali bahagiain Ratu gitu loh.”
“Eh, lo pikir selama ini hidup gue buat apa kalau nggak buat nurutin apa yang lo minta.”
Ratu diam, tak menjawab lagi, karena dia tak ingin berdebat lagi dengan Pangeran. Sampai akhirnya sebuah telpon masuk ke ponsel Ratu, panggilan masuk dari Ksatria. Perempuan itu tersenyum, karena dia tau bahwa sekarang Ksatria sedang khawatir.
“Lo dimana?!” tanya Ksatria ketika Ratu baru saja menempelkan benda pipih itu ke telinganya.
“Lagi keluar sama Pangeran.”
“Oke,” jawab Ksatria langsung mematikan telponnya. 
“Kenapa?” tanya Pangeran.
Ratu tersenyum, dan menjawab, “biasa, khawatirnya kayak Ratu mau dimutilasi penculik gitu.”
***
Sekarang Raja sedang bersama Ksatria di taman. Raja yang masih selalu melakukan apa yang dia sukai yaitu membaca novel. Sedangkan Ksatria sedang melakukan hobinya, mencari daun. Iya, daun, Ksatria sangat suka mencari daun-daun yang menurutnya unik. Lalu diletakkan di album hijau miliknya. Jika Alfian suka mencari bulpen, anaknya suka mencari daun. 
“Ja, gue nemuin ini daun bagus banget,” ucap Ksatria sambil berjalan ke arah Raja.
Raja melihat daun itu dan berkata, “biasa aja.”
“Ini itu bagus banget. Lihat nih jari-jarinya itu kayak gimana ya, beda lah,” jelasnya. “Oh iya, si Risma gimana kabarnya? Kemarin lo ke sana lagi, kan?”
Raja mengangguk, “Nggak ada peningkatan.”
“Udahlah, nggak usah nyalahin diri lo sendiri. Itu sebuah kecelakaan.”
“Penyebab kecelakaannya gue.”
“Bukan, namanya kecelakaan itu tanpa disengaja. Jadi nggak ada penyebab.”
Raja menghembuskan nafasnya, “Disuruh ganti rugi kok nggak ada penyebab.”
Ksatria membulatkan bola matanya, dan berkata, “Hidup itu harus tentang kebenaran. Tapi kebanyakan, mereka yang terlihat lebih banyak luka mereka korban.”
“Kebenarannya gue salah, Sat.”
“Kalau Risma nggak ganggu lo nyetir, kecelakaan ini nggak akan terjadi.”
Raja refleks menoleh, “kenapa lo jadi nyalahin dia?”
“Kenapa lo ngebelain dia? Emang lo siapa dia?” tanya Ksatria yang membuat Raja bungkam. “Lo sadar nggak kalau lo itu nyiksa diri sendiri. Lo itu jauh tersakiti daripada Risma, dan sekarang bukan Risma yang butuh pertolongan tapi lo.”
Raja selalu berpikir bahwa dia yang salah. Setiap hari Raja selalu menyalahkan dirinya atas kejadian itu. Laki-laki itu selalu berpikir kalau masa depan Risma akan hancur karenanya, karena itu dia berusaha sekuat mungkin agar Risma baik-baik saja. 
“Udah,” kata laki-laki itu sambil menghembuskan nafas.
“Lo harus sadar, Ja. Lo nggak bisa kayak gini terus. Secara perlahan lo ngebunuh diri sendiri,” ucap Ksatria lalu duduk. “Lebih baik bantu gue cari daun yang jari-jarinya itu genap, kalau bisa yang genap sebelah kanan. Oke?”
“Ogah,” jawab Raja lalu pergi meninggalkan Ksatria.
“Eh, gue belum dapet banyak,” Ksatria berlari menyusul Raja. 
***
“Raja! Masa tadi Pangeran malu-maluin Ratu,” teriak Ratu yang baru saja sampai rumah. 
“Ratu jatuh cinta woy!” teriak Pangeran yang berlari mendahului Ratu.
Ksatria yang hendak memakan kue itu tersedak saat mendengar teriakkan Pangeran, lalu berkata, “Dia bisa jatuh cinta?”
Ratu memang tidak pernah jatuh cinta sebelumnya, bahkan Ratu tidak ingin mengenal laki-laki lain selain yang sekarang. Sudah banyak perempuan yang tak suka Ratu dan akhirnya menghujat Ratu, mereka berkata bahwa Ratu bukanlah wanita normal, Ratu adalah manusia penyuka sesama jenis. Tapi, gadis itu menanggapinya sebagai candaan saja, karena ketiga temannya ini juga sering berkata seperti itu. Apapun perkataan yang keluar dari mulut ketiga temannya, perkataan yang sebenarnya menyakiti hati Ratu, Ratu selalu berpikir itu hanya candaan, yang akhirnya membuat gadis itu tidak sakit hati.
Ratu memukul lengan Ksatria sambil berkata, “Ratu itu manusia jadi bisa jatuh cinta!” Dia mengerucutkan mulutnya sambil duduk di samping Raja. “Raja, masa tadi Pangeran malu-maluin Ratu didepan cowok ganteng.”
Raja menoleh sambil mengangkat kedua alisnya.
“Tadi dia kentut sembarangan, terus muntah lagi. Ratu kan jadi malu, terus orang-orang mikir cowok kayak pantat sapi ini pacar Ratu.” Gadis itu menjelaskan dengan wajah imutnya.
“Lo sih, gue kan bilang pengen kentut, eh nggak boleh keluar. Terus, dia kan tau sendiri gue nggak suka sama bau durian, dia malah pesen minum rasa durian. Gimana gue nggak muntah.”
“Tapi kan seharusnya kamu tau tempat. Pergi dulu gitu, jangan di depan gebetan Ratu dong.”
“Lo nggak ngebolehin gue pergi, ya.”
“Kapan? Ratu nggak pernah nahan Pangeran biar nggak pergi. Pangeran jangan nuduh sembarangan, dong. Fitnah lebih kejam dari pembunuhan. Ingat itu.”
Raja memegang tangan Ratu, lalu berkata, “Ratu nggak salah kok.”
Raja mengerti sekuat apapun Pangeran membela, Pangeran tidak akan menang. Walaupun Ratu salah. Karena perempuan akan selalu benar, sampai kapanpun itu. 
Ratu tersenyum penuh kemenangan, sedangkan Pangeran menunjukkan wajah kaget dan kesalnya. “Loh, nggak bisa gitu dong,” ucap Pangeran yang masih tidak terima.
“Perempuan selalu benar, Ran,” ucap Ksatria sambil tersenyum.
“Daripada berantem, mending minum ini,” ucap Salma yang datang sambil membawa nampan berisi tiga gelas susu coklat, dan satu gelas jus mangga. “Nih, minum dulu, biar marahnya redah.”
Pangeran tersenyum, lalu mengambil segelas susu coklat itu dan berkata, “Wah, Tante tau aja, nih.”
“Tante gimana, sih. Udah tau anaknya nggak suka susu coklat, masih aja beli,” ucap Ratu.
Ratu memang sering memanggil Salma ‘Tante’ dan memanggil Firza ‘Om’ itu karena dia terlalu sering mendengar temannya memanggil mereka Om-Tante, sedangkan dia sangat jarang berkomunikasi dengan orangtuanya.
“Terserah Tante, dong. Uang suami Tante, kok,” balas Salma.
“Suami Tante kan, Ayah Ratu.”
“Tanpa Tante kamu nggak akan jadi Anak Firza loh ya. Ingat itu,” ujar Salma lalu pergi.
Ksatria mengambil susu coklat itu, lalu bertanya pada Ratu, “Lo juga kenapa masih nggak suka sama susu coklat? Padahal ini susu kesukaan kita dari kecil.”
Susu coklat adalah minuman kesukaan mereka sejak kecil. Awalnya hanya mereka berempat, tapi semenjak Raja mengenal Risma, susu coklat merupakan susu kesukaan mereka berlima. Dan Ratu membenci susu coklat karena dia pernah keracunan, dia meminum susu yang sudah kadaluarsa, sejak itu dipikiran Ratu susu coklat akan membunuhnya.
“Ratu hampir mati karena susu coklat! Ksatria, nggak ingat?”
“Yah, nggak mati juga kali,” sahut Pangeran.
Ratu beralih menatap Pangeran. “Ratu jadi sering muntah, Ratu nggak bisa makan makanan pedas, Ratu harus tidur di rumah sakit. Pangeran nggak tau sih rasanya gimana.”
“Heh, lo pikir yang tidur di rumah sakit waktu lo sakit itu siapa kalau bukan gue. Noh Si Ksatria setiap hari pergi cari daun sedangkan Raja setiap hari pergi jalan-jalan sama Risma. Dan lo pikir gue nggak tau rasanya. Wah gila lo,” cerocos Pangeran.
Ratu menghela nafas. “Tapi Pangeran nggak tau rasanya diinfus terus kayak gitu,” ucap Ratu yang masih membela dirinya.
Raja beranjak dari tempat duduknya. Sudah muak dengan pertengkaran mereka, karena sudah mengganggu ketengan Raja. “Mati aja kalian,” ucapnya lalu pergi.
“Raja rela Ratu mati?!” teriak Ratu, sedangkan Raja tidak menjawab sama sekali. “Dasar semua cowok sama! Kecuali Papa sama Kakek!” bentak Ratu lalu pergi ke kamarnya.
“Heh, bokap gue sama juga dong?” tanya Ksatria.
“Nggak apa-apa. Bokap kita dulu playboy kok,” ucap Pangeran.
Ksatria mengerutkan keningnya, “Kita?” tanyanya sambil menunjuk dirinya sendiri. “Bokap lo doang yang playboy, makanya sekarang lo juga suka mainin cewek,” ucap Ksatria. “Gue pulang aja deh,” lanjutnya lalu pergi.
Pangeran melihat Ksatria yang pergi. “Terus gue ngapain?” tanyanya sendiri. “Makan aja, deh,” kata Pangeran lalu pergi ke dapur.

0 komentar