“Ratu, cepat! Lo ganti baju atau
tidur sih, lama amat!” teriak Pangeran.
“Sabar, dong. Namanya juga
perempuan. Ratu itu harus tampil perfect
biar kalian nggak malu kalau jalan sama Ratu,” ucap Ratu sambil berjalan ke
arah mereka.
“Iya, tapi kalau gini terus, kita
akan terlambat untuk yang ke 20 kalinya hanya karena nunggu Ratu yang dandannya
seabad-abad,” balas Pangeran.
“Udah, ayo berangkat,” lerai
Ksatria, jika tak ada laki-laki satu ini, mungkin Ratu dan Pangeran tidak akan
bisa berteman selama ini. Karena saat bertemu Ratu dan Pangeran akan selalu
bertengkar, hanya Ksatria yang mau melerai mereka, sedangkan Raja tak peduli
sama sekali.
“Sat, kunci mobil di lo, kan?”
tanya Pangeran.
“Ada di gue,” sahut Raja sambil
menutup bukunya, lalu berjalan mendahului mereka.
“Eh, Ja, pamit dulu sama Om-Tante
woy!” teriak Firza- ayah Ratu- sambil menggelengkan kepala, “ Nggak anak, nggak
bapak sama aja kelakuannya,” lanjut Firza.
Pangeran tertawa, “namanya juga
buah jatuh nggak jauh dari pohonnya, Om.”
“Kita berangkat.
Assalamualaikum,” pamit Ratu lalu mencium punggung tangan Firza yang diikuti
oleh Pangeran dan Ksatria.
Mereka berjalan menyusul Raja
yang jelas sudah ada di dalam mobil. Mereka mengerti bagaimana Raja, laki-laki
itu memang dingin sama seperti Ayahnya dulu. Tapi, sedikit berbeda, Jika Leo
adalah laki-laki dingin yang benar-benar irit dalam bicara, berbeda dengan
Raja, lelaki dingin yang masih sering bicara banyak. Sifat mereka sama seperti
orang tuanya. Sama-sama aneh.
Mereka sekolah di SMA yang sama,
hanya beda kelas dan jurusan. Raja dan Ksatria anak IPA, sedangkan Ratu dan
Pangeran anak IPS. Otak mereka sama seperti orang tuanya; pintar dan memiliki
IQ yang tinggi. Tapi, bagi Ratu dan Pangeran, cara menghitung uang jauh lebih
penting dari pada mengukur ketinggian lemparan bola. Sedangkan bagi Ksatria,
memikirkan rumus fisika, menghafal tabel periodik, dan mengenal nama ilmiah
tumbuhan jauh lebih penting daripada memikirkan masa lalu yang nggak akan
terulang di kehidupan selanjutnya. Nggak usah tanya menurut Raja, karena bagi
anak itu IPA dan IPS sama-sama susah, sama-sama merepotkan, dan sama-sama
membuat otak menjadi pusing.
Dari Raja kelas empat SD, yang
dia pikirkan hanya bagaimana cara agar cepat lulus, dan tidak sekolah. Sampai
akhirnya dia mengenal akselerasi, dia ingin ikut jalur sekolah cepat itu, tapi
ditentang oleh Leo dan Ara. Bagi Raja, sekolah hanya akan merepotkan, menyita
waktu anak bermain, intinya Raja sangat benci dengan sekolah.
***
“Pangeran, bawain tas Ratu!”
teriak Ratu sambil turun dari mobil.
Pangeran yang sudah berjalan
akhirnya berhenti karena teriakkan Ratu, lalu menghela nafas dan berbalik.
“Ogah,” kata Pangeran yang akhirnya melanjutkan berjalan.
“Pangeran jahat!” bentak Ratu.
“Tas Ratu berat tau.”
“Terus kalau tas lo berat kenapa?
Itu bukan urusan gue.”
“Nanti Ratu tambah pendek.”
“Bukan urusan gue juga.”
“Biar gue aja yang bawa,” sahut
Raja sambil mengambil tas yang berada di tangan Ratu.
Ratu tersenyum, “Raja baik, nggak
kayak pangeran jahat.”
Ksatria yang dari tadi melihat
hanya menggelengkan kepala, melihat drama pagi yang selalu ia lihat sejak kelas
tiga SMP. Ia berjalan, lalu berkata pada Raja, “Ja, gue ke kelas duluan. Jagain
Ratu, jangan sampai dia ngerobek baju Pangeran lagi.”
Sudah berkali-kali Pangeran harus
menganti seragamnya, karena Ratu selalu merobek seragam itu. Setiap pagi mereka
selalu bertengkar, dan jika pertengakaran di mulai saat Ratu sedang PMS, maka
saat ke sekolah Pangeran harus membawa dua seragam, karena dia tau kalau
seragam yang sedang dia pakai akan berakhir menjadi baju yang tak bisa dipakai.
Raja mengangguk, “iya. Sat,
tolong bilang ke Budi, hari ini gue nggak bisa ikut latihan.”
Ksatria mengangguk sambil
tersenyum, lalu melangkah meninggalkan Raja dan Ratu.
“Tadi malam tidurnya nyenyak?”
tanya Raja sambil berjalan.
“Nyenyak kok. Oh iya, Raja, nanti
Ratu ikut ke rumah sakit yah?”
“Nggak usah.”
“Kenapa? Ratu pengen ikut, Ja.”
“Lo ada jadwal ekstra dance,
nanti tambah capek. Jadi jangan.”
Ratu menghela nafas, dia tidak
ingin berusaha lagi, karena Raja begitu keras kepala, jika dia sudah berkata
tidak, yah tidak, nggak akan berubah menjadi iya. Kadang mereka pun kesal dengan
sifat keras kepala Raja, karena disaat Raja sedang marah pada seseorang,
laki-laki itu benar-benar membuat orang yang membuatnya marah mendarat di rumah
sakit, atau beberapa gigi orang itu lepas dari tempatnya.
“Yaudah, Raja hati-hati.”
Raja tersenyum sambil mengangguk. Laki-laki itu berjalan
dengan wajahnya yang selalu tanpa ekspresi, tapi terlihat begitu keren. Yah,
wajah Raja benar-benar perpaduan yang hebat. Perpaduan antara Leo dan Ara. Tak
heran jika para murid bilang bahwa Raja adalah murid paling tampan di sekolah
ini.
“Hai,” sapa seorang perempuan
yang tiba-tiba berdiri di hadapan Raja.
Raja menaikkan sebelah alisnya,
“Apa?”
“Nih, sarapan buat lo,” ucap
perempuan itu sambil memberikan kotak makan berwarna merah kepada Raja.
Raja menghela napas, lalu
mengambil kotak makan itu dan berkata, “Udah ya, besok jangan bawa sarapan buat
gue lagi.”
Raja berjalan sambil
menggelengkan kepala saat memikirkan, ini adalah kotak makan yang ke 15 yang
diberikan oleh orang yang sama. Bukan ia tak menghargai pemberian temannya itu,
tapi ia bingung bagaimana cara menghabiskan makanan itu selain membagikan pada
teman-temannya. Raja tau bahwa sekarang di dalam lokernya sudah penuh dengan
kotak makan, karena kebanyakan yang menyukai Raja adalah perempuan yang jatuh
cinta diam-diam.
Dan benar seperti pemikiran Raja
tadi, ketika ia membuka loker, dia melihat sekitar sepuluh kotak makan dengan
bermacam-macam warna tersusun dengan rapi di sana. Raja bernar-benar tidak suka
seperti ini, karena bagi Raja, uang yang mereka pakai untuk bahan makanan itu
adalah uang orangtua mereka, jadi untuk apa diberikan kepada orang asing? Lebih
baik ditabung, siapa tau nanti orangtuanya butuh.
“Apa? Sarapan kah?” tanya
Pangeran dengan cepat sambil tersenyum.
Raja mengangguk, “habisin,”
katanya lalu pergi ke kelas.
“Alhamdulillah, rejeki anak soleh
nggak pernah putus. Nggak pernah salah gue temenan sama cogan bin terkenal
kayak Raja,” ucap Pangeran dengan menggelengkan kepala dan terus melihat Raja
yang berjalan pergi.
***
Ratu duduk di kantin, di meja
ratu, nama yang diberikan Ksatria saat pertama kali masuk ke kantin ini. Tempat
duduk yang sangat strategis, karena menyajikan pemandangan taman sekolah yang
terlihat sangat jelas. Ratu duduk sambil menunggu ketiga temannya itu datang,
karena bagaimana pun hanya mereka bertigalah teman Ratu. Ratu memang bukan anak
yang gampang diajak berteman.
“Lama!” bentak Ratu pada Pangeran
yang baru saja datang.
“Diam!” bentak Pangeran mengikuti
gaya bicara Ratu. “Lagian Raja sama Ksatria masih ngitung kelembapan udara,”
lanjutnya sambil duduk di hadapan Ratu.
Ratu tak mempedulikan ucapan
Pangeran, karena itulah kalimat yang di ucapkan Pangeran setiap kali Raja dan
Ksatria datang terlambat. Alasannya memang bukan seperti itu, tapi hampir
benar. Raja dan Ksatria selalu datang terlambat, karena mereka didaftarkan
kelas tambahan. Kelas tambahan yang dimulai setiap bel istirahat, kelas yang
hanya berlangsung sepuluh menit.
“Pangeran,” panggil Ratu.
Pangeran mengalihkan wajahnya ke
Ratu. “Apa?”
“Pangeran bosen nggak punya teman
ini-ini aja?”
“Kenapa lo tiba-tiba ngomong
gitu?”
“Tadi, waktu Ratu ke toilet, ada
yang ngomongin kita. Katanya, sebenarnya Pangeran, Raja, dan Ksatria itu bosen
temenan sama Ratu. Cuman, karena kalian kasihan sama Ratu aja jadi kalian masih
bertahan buat temenan sama Ratu.”
Pangeran berdiri dari tempat
duduknya, lalu menghela nafas sejenak. “Siapa yang ngomong kayak gitu?” tanya
Pangeran dengan nada dingin.
“Pangeran duduk lagi nggak?” Ratu
tau apa yang akan dilakukan laki-laki itu. Dia akan mendatangi orang yang
membicarakannya itu, lalu memarahinya habis-bisan. Dulu saat SMP, ada perempuan
yang dimarahi oleh Pangeran sampai perempuan itu pindah sekolah karena takut.
Sebenarnya, Pangeran tidak
semenakutkan itu, dan tidak juga sejahat itu. Tapi, jika hal itu tentang tiga
temannya, dia bukan lagi Pangeran si ramah. Pangeran tidak bisa mengendalikan
emosinya jika sudah menyangkut keluarga, dan sahabat. Mereka begitu berharga
buat Pangeran, walau dia, Ratu, Raja, dan Ksatria tidak sedekat ayah mereka.
Karena lima Tahun Ratu sekolah di Surabaya, tiga tahun Pangeran sekolah di
Kalimantan, dan dua tahun Ksatria sekolah di Bandung. Sedangkan Raja, dia hanya
menetap di Jakarta, tak ingin pindah kemana-mana, karena malas untuk berbenah.
“Ada apa ini?” tanya Ksatria yang
baru saja datang bersama Raja.
“Ini nih, Pangeran mau buat anak
orang keluar dari sekolah lagi,” jawab Ratu.
Raja hanya menepuk bahu Pangeran,
lalu duduk tanpa berbicara sama sekali. Dia mulai membuka novel yang sudah dia
baca selama empat bulan. Cukup lama memang, tapi jika Raja sudah suka yang itu,
dia akan tetap memegangnya sampai dia bosan. Padahal Raja bukan tipe orang yang
mudah bosan.
“Gue kesel banget sama mulut
orang-orang. Mereka itu suka banget ngomongin orang, ngatain orang, tanpa tau
kebenarannya. Yah, kalau mau ngomong, ngatain, dicari tau dulu kebenarannya
gitu, jangan malah asal ngomong. Kalau seandainya gue marah, malah gue yang
dimarahin, diskors. Waktu kecil dia kebanyakan makan pisang kali yah, mulutnya
itu jadi nggak bisa diem. Gatel gitu mulutnya kalau nggak ngomongin orang,”
cecoros Pangeran dengan begitu kesal.
“Udahlah, biarin aja. Yang
penting apa yang mereka omongin itu nggak terjadi sama kita, yah nggak apa-apa
dong.” Ksatria menarik Pangeran agar kembali duduk. “Nggak usah marah,”
lanjutnya sambil menepuk punggung Pangeran.
Pangeran menoleh ke Raja yang
sedang membaca buku dengan begitu serius, lalu berkata, “Ja, nanti ikut gue ke
toko buku, yah?”
Ratu mengerutkan keningnya. “Sejak
kapan lo suka ke toko buku?”
“Gue bukan mau beli buku. Gue Cuma
mau beliin Raja buku, bosen gue lihat bukunya itu mulu.”
Ratu tersenyum, lalu berjalan ke
arah Raja. “Raja kan setia, jadi satu buku untuk setahun,” ucapnya sambil
merangkul Raja.
“Setia, sih, setia. Tapi nggak
gitu juga.”
3 komentar
kak bagian 2 nya mana?
BalasHapusLanjut donk kak yg ke2
BalasHapuscaranya gmn?
BalasHapus