Jadi, bahagia itu apa?
Tempat ini dipenuhi dengan manusia yang akan memulai hidup dengan
penuh perlombaan. Manusia-manusia yang umurnya akan menginjak kepala dua,
manusia yang akan memulai hidup dengan penuh perasaan bersalah pada orang tua,
atau manusia yang sebenarnya sedang ingin kabur mencari rumah kedua.
Mereka berlalu lalang, membaca setiap tulisan yang tertempel di
mading-mading di samping jalan. Wajahnya mengerut penuh ketakutan, ditebak
pikirannya; haruskah ini haruskah itu? Apa aku bisa ke sini? Atau ku kubur saja
mimpi dan mengambil jalan dengan resiko kegagalan yang paling sedikit?
Seperti orang dewasa lainnya.
Aku tak pernah paham apa yang dikejar orang-orang yang berpapasan
denganku di persimpangan jalan setiap kali berangkat sekolah. Motor-motor berlalu
lalang, seakan-akan tak peduli dengan satu-satunya nyawa, mereka menerjang
untuk mencari uang yang tak akan ada habisnya. Tatapan matanya selalu tajam
seakan-akan tidak pernah ada tetesan bahagia di hidupnya. Seakan-akan mereka
lupa tentang masa lalu atau berusaha melupakan masa lalu. Mereka berlari
seperti tak punya rencana masa depan atau mungkin memang tidak punya. Dan
kemungkinan paling besar, mereka hanya berlari setidaknya untuk bertahan hidup
di dunia fana ini.
Dan perihal uang yang mereka cari. Orang-orang selalu berkata
padaku, beruntungnya aku lahir di keluarga yang berkecukupan, tak perlu
memikirkan biaya pendidikan contohnya. Tapi,
Apakah mereka pernah mempertanyakan penderitaan gadis bahagia di
keluarga berkecukupan? Apakah mereka pernah mempertanyakan luka yang harus
ditanggung gadis bahagia di keluarga berkecukupan itu untuk sampai di detik
ini? Apakah pernah mereka mempertanyakan atau sekedar ingin tau perjuangan
gadis bahagia di keluarga berkecukupan itu?
Atau hanya aku yang selalu bertanya-tanya seperti itu ketika
melihat mata orang-orang di sekitarku? Aku selalu membandingkan hidupku dengan
kisah hidup mereka yang terdengar di telingaku; apakah hidupku jauh lebih
bahagia atau lebih menderita? Apakah hari ini aku kusyukuri atau kusesali?
Setiap kali aku melihat senyum orang-orang di depanku; di kelas
yang penuh, di persimpangan jalan. Aku mempertanyakan tentang keaslian. Apakah
mereka benar-benar bahagia? Luka apa yang ada di hidupnya? Apa yang pernah
terjadi di masa lalunya hingga membuatnya tumbuh seperti sekarang? Aku
mempertanyakan itu, aku ingin tahu tentang itu, sekedar untuk jadi alasan
bertahan sejam lagi, sehari lagi, atau jika bisa setahun lagi.
Aku pernah dapat telepon dari seorang teman yang menangis,
ku pertanyakan alasan tangisan itu keluar di pukul setengah delapan malam.
Hatiku selalu sakit setiap mendengar tangisnya sejak aku tau bahwa dia
terpenjara dalam kehidupannya sendiri. Kebahagiaan yang kulihat ketika pertama
kali bertemu dengannya adalah alasan kenapa aku merasakan sakit itu. Dan sejak
saat itu, aku berhenti berpikir bahwa kehidupan orang lain sangat bahagia
seperti apa yang terlukis di depan mataku.
Perihal Bahagia itu seperti sebuah pertanyaan yang jawabannya
tidak bisa dipastikan. Setiap mata memandang Bahagia dengan berbeda. Setiap kepala
memikirkan Bahagia yang berbeda. Ada banyak bentuk dari Bahagia, tak bisa dijelaskan
atau disebutkan satu per satu. Wujudnya pun terkadang membigungkan. Kenapa?
Karena tak jarang yang terlihat Bahagia justru sedang menangis di dalam.
Apa bentuk kebahagiaan itu? Uang? Teman? Keluarga? Atau justru
luka?
Karena terkadang, aku bahagia ketika aku sadar bahwa masa laluku
penuh dengan luka.
Jadi,
apa sebenarnya Bahagia itu? Hal sederhana atau justru hal yang kita pikir
kebahagiaan? Kehadiran orang yang menyayangi kita atau kehadiran orang yang kita
sayangi? Sesuatu yang sudah jadi milik kita atau sesuatu yang ingin kita
miliki?
Jadi
Bahagia itu yang mana? Yang ada di kepala atau keinginan semata? Satu hal yang
pasti apapun bentuk Bahagia itu, kita berhak merasakannya. Dan jangan lupa
untuk selalu mengingatnya, sekecil apapun kebahagiaan itu. Aku sadar bahwa aku
terlalu sering melupakan sedikit kebahagiaan yang hadir di hidupku dan memilih
untuk mengingat terus menerus luka kecil yang menggores hatiku.
Hiduplah
dengan Bahagia, jangan hidup untuk mencari Bahagia.
0 komentar