Ratu | Bagian 11 | It's me, not someone else!



It's me, not someone else!
Semakin jauh. Itu yang dirasakan Ratu pada Raja. Sudah satu minggu gadis itu tidak bertemu Raja, bahkan laki-laki itu tak pernah membalas pesan atau mengangkat telpon Ratu. Hingga akhirnya gadis itu memilih untuk tidak mempedulikan Raja sejak dua hari yang lalu, dia muak dengan perilaku laki-laki itu.
Belakangan ini Pangeran selalu ada di samping Ratu, bukan karena laki-laki itu mulai menyukai Ratu atau apapun. Dia hanya kesepian, karena kedua orang tuanya sedang pergi ke Korea untuk melakukan pekerjaan. Itulah kenapa dia memilih ke rumah Ratu, walau bersama Ratu dia sering bertengkar. Mungkin biasanya dia akan pergi bersama Ksatria atau Raja. Namun, Ksatria sedang pergi ke rumah Neneknya. Sedangkan Raja, ya begitulah.
Ratu berjalan sendiri di gang-gang yang sebenarnya tak pernah dilewati oleh gadis itu. Dia hanya tau gang itu menuju kemana. Pangeran sedang ada latihan basket, itu sebabnya dia memilih untuk pergi sendiri. Ini masih Ratu, gadis yang tak mungkin naik taksi jika memiliki kesempatan untuk berjalan atau naik angkot.
Hari sudah semakin gelap. Ratu takut, tapi dia tidak mungkin berjalan kembali. Hingga akhirnya dia berhenti melangkah ketika melihat lima laki-laki dengan seragam SMA berjalan mendekat ke arahnya. Mereka sedang mabuk, karena jalan yang sempoyongan dan sebuah botol bir di tangan kirinya.
“Cantik nih,” kata laki-laki yang berada di sebelah paling kanan. Dia mencoba untuk menyentuh wajah Ratu. Namun, dengan cepat gadis itu mencegah. Ratu memegang erat pergelangan tangan, hingga laki-laki itu meringis kesakitan.
“Coba ngelawan yah, Mbak?” tanya laki-laki yang berada di tengah.
Ratu tak menjawab, dia melepas cengkramannya, dan berjalan melewati mereka. Dia berjalan dengan santai, tapi pikirannya masih was-was. Ratu berhenti ketika menyadari bahwa mereka masih saja mengikutinya, akhirnya kaki Ratu melayang mengenai wajah mereka satu-per-satu. Dia tidak peduli dengan rok yang sekarang sudah sobek di bagian samping.
“Kalian mau apa sih?!” bentak Ratu dengan kesal.
“Kita cuman mau lo,” jawab laki-laki yang di tengah tadi. “Tendangan lo lumayan juga,” lanjutnya sambil tersenyum miring.
“Iya lah, kalau tendangan gue nggak bagus. Bukan Ratu namanya,” kata gadis itu dengan sedikit sombong. “Eh, ngapain gue malah ngobrol sama lo,” lanjutnya lalu kembali berjalan.
Ratu berhenti ketika sebuah tangan menyentuh pundaknya, ia sudah siap untuk menyerang. Namun, tiba-tiba sebuah pukulan membuat laki-laki itu pingsan. Ratu menoleh, mendapati Pangeran yang masih menggunakan baju basket dan tas ransel berwarna hitam. 
“Bangsat lo, gue bilang jangan kemana-mana, malah pergi,” makinya pada Ratu dengan nafas yang masih terenggal-enggal. 
Pangeran menoleh ke arah empat laki-laki yang masih menatapnya. “Apa lo? Bahwa nih temen lo. Mabuk nggak tau tempat, nggak tau waktu,” katanya sambil menendang pelan laki-laki yang tadi ia pukul. “Ayo,” katanya sambil menarik tangan Ratu untuk pergi.
***
Ksatria bersandar pada dinding luar kamar mandi perempuan. Dia menunggu seseorang keluar dari ruangan yang selalu berbau harum itu. Bahkan Ksatria sekarang sedang berpikir, bagaimana bisa bau kamar mandi menjadi bau toko parfum. Dia benar-benar tidak bisa berpikir apa yang sebenarnya diinginkan oleh perempuan yang selalu menyemprotkan parfum kapanpun dimanapun. 
Ksatria memang bukan laki-laki yang paham tentang perempuan, dia hanya paham tentang Ratu tidak dengan yang lainnya. Satu per satu gadis mulai keluar dari kamar mandi, masing-masing membawa tas kecil yang tentu saja berisi parfum atau make up.
Laki-laki itu mengerutkan kening ketika melihat teman sebayanya yang menggunakan make up sedikit lebih tebal. “Tuh anak mau sekolah atau mau jual diri sih,” gumamnya. 
“Lo ngapain di sini?” tanya gadis yang baru saja keluar dari kamar mandi.
Ksatria tersenyum melihat gadis itu. “Nungguin lo, Ris,” jawabnya.
“Mau ngapain?” tanya Risma.
“Mau ngomong lah,” katanya. “Ke taman belakang aja,” lanjutnya.
Risma menuruti ucapan Ksatria. Gadis itu mengikuti Ksatria dari belakang, pikirannya masih bertanya-tanya apa yang akan dibicarakan oleh laki-laki di depannya itu. Lalu dia tersenyum kecil ketika menemukan jawabannya. 
Ratu, batin Risma sambil tersenyum.
“Ngomong apa?” tanya Risma ketika mereka sampai di taman yang sedang sepi.
“Berhenti ngelarang Raja ketemu Ratu,” jawabnya to the point, Ksatria bukan laki-laki yang suka basa-basi, dia malas untuk memperpanjang ucapan jika ada yang lebih pendek.
“Gue nggak pernah ngelarang Raja kok,” katanya dengan suara yang ia buat lembut.
Ksatria berdecak kesal. “Gue nggak tau kenapa lo bisa berubah kayak gini, atau emang sebenarnya lo dari dulu kayak gini. Tapi tolong banget, nggak usah bawa-bawa Raja. Kalau lo mau nge goblok, yah ngegoblok sendiri aja, jangan ngajak temen.”
“Kok lo ngomongnya kasar banget sama gue? Gue salah apa sama lo?”
“Maaf banget, mungkin ini emang kalimat paling kasar yang pernah gue ucapin ke lo sampai sekarang. Tapi, lo akan dapat yang lebih parah dari ini kalau lo nggak berhenti berulah,” ujar Ksatria dengan tegas. “Kita udah temenan dari kecil, dan gue pikir gue tau tentang lo, ternyata nggak. Lo nggak lebih dari hewan kukang, kelihatan imut dan polos tapi aslinya beracun,” lanjutnya.
Risma meneteskan air matanya. “Gue nggak tau salah gue apa. Gue tau gue emang pengganggu di persahabatan kalian. Oke, gue bakalan ngejauh,” ucapnya.
“Kenapa lo bakalan menjauh?” sahut Raja dari belakang.
“Raja,” rengek Risma lalu berjalan memeluk Raja.
“Ya elah, drama,” gumam Ksatria sambil menggaruk kepala belakangnya. 
“Lo apain dia?” tanya Raja dengan suara khas orang marah.
“Cuman nyuruh dia buat berhenti ngelarang lo ketemu Ratu,” jawab Ksatria yang masih tersenyum.
Raja melepaskan pelukan Risma. Dia melangkah lalu menarik kerah baru Ksatria, tangannya sudah melayang hendak memukul laki-laki itu. Namun, sebuah tangan mencegahnya. Tangan Ratu.
“Lo yakin mau mukul Ksatria?” tanya Ratu sambil melepas genggamannya pada Raja dengan perlahan.
“Udah, Ja. Jangan gini, nanti mereka tambah benci sama aku,” kata Risma memegang tangan Raja.
“Ini kita, Ja, bukan orang lain,” kata Ratu dengan suara pelannya. “Dan ini Ratu, bukan perempuan lain,” lanjutnya.
Ratu tidak menangis, dia hanya tersenyum getir melihat Raja. Sedangkan laki-laki itu tidak menatap Ratu sama sekali, dia hanya menatap ke arah lain. Dia tidak bisa menatap wajah sahabatnya itu, entah apa alasannya.
“Kalian udah keterlaluan,” ucap Raja tiba-tiba.
“Kita yang udah keterlaluan atau lo, bangsat,” Ratu sudah tidak bisa menahan emosinya lagi. Dia beralih menatap Risma. “Dan lo, berhenti ngedrama, ambil Raja kalau mau. Dasar uler! Ngelilit mulu, berbisa!” bentak Ratu dengan sangat kesal.
Hampir saja tangan Raja melayang memukul Ratu. Namun Ksatria menghentikannya. “Dia cewek,” kata Ksatria, lalu pergi sambil menarik tangan Ratu.
***
Ratu menangis di pelukan Ksatria, dia tidak benar-benar kuat. Ini menyakitkan untuk gadis itu. Raja, laki-laki yang selalu ada untuk ratu ketika Pangeran menyakiti, sekarang malah memperlakukan Ratu lebih menyakitkan dari yang dilakukan oleh Pangeran. Terlepas dari rasa cinta, Ratu sudah benar-benar kehilangan sahabatnya. Kehilangan sosok Raja yang dulu selalu ada untuknya, sosok Raja yang dulu bisa membuatnya jatuh cinta.
Ksatria dari tadi tidak berbicara apapun, dia membiarkan Ratu memeluk tubuhnya. Walaupun pikiran laki-laki itu kacau, bukan karena Raja. Melainkan, karena pacarnya tadi melihatnya memeluk Ratu. Ksatria termasuk laki-laki peka, dia sudah tau bahwa pacarnya sedang cemburu, walau tadi dia melihat gadis itu tersenyum ke arahnya.
“Udah, Ra,” katanya sambil menepuk pelan punggung Ratu. “Semua orang akan berubah seiring berjalannya waktu, lo nggak bisa memaksa atau berharap orang itu sama seperti dulu. Raja, dia juga manusia yang sifatnya bisa berubah. Dan lo, harus bisa menerimanya.”
“Raja mau nampar Ratu, Ksatria.”
“Itu namanya emosi, nggak semua orang bisa naham emosi mereka. Kayak lo sekarang, lo nggak bisa nahan emosi, jadi nangis terus.”
Ratu melepas pelukannya, menyekah air mata yang membasahi wajahnya. “Ratu mau pulang yah,” katanya.
Ksatria mengangguk. “Mobil gue ada di belakang sekolah,” katanya sambil menyerahkan kunci mobil miliknya. “Hati-hati, lo tau jam segini Tante Serly sering keliling cari mangsa.”
Gadis itu mengangguk. Ia melangkah berjalan mengambil tas, dan pergi menuju belakang sekolah. Benar, seperti kata Ksatria tadi, sekarang seorang perempuan sedang berjalan dengan penggaris kayu di tangannya, matanya menyoroti setiap lorong-lorong sepi sekolah, tangannya juga membuka satu per satu ruangan kosong yang sering digunakan untuk persembunyian para siswa yang tak ingin ikut pelajaran.
Sedangkan Ratu hanya duduk tenang di tempat persembunyian biasanya. Gudang yang tidak pernah dibuka lagi, karena kuncinya hilang, padahal diambil oleh Ratu. Dan anehnya, pihak sekolah tidak mengganti kunci tersebut, mereka pikir barang-barang di dalam gudang sudah tak lagi diperlukan. Tentu ini mempermudah Ratu, dengan leluasa dia bisa bolos pelajaran tanpa ketahuan. Gadis itu juga tak pernah bisa menghilangkan kunci itu, dia selalu ingat dimana kunci itu ia letakkan. 
Setelah dia melihat Serly pergi, dia mulai keluar, dan mengunci kembali pintu gudang itu. Berjalan dengan cepat. Dengan sigap dia menaiki kursi dan melompat melewati tembok belakang sekolah. Sejak di sekolah menengah pertama Pangeran selalu mengajarkan untuk lompat pagar, lompat tembok yang tinggi tanpa pergi susah payah. Sebenarnya selalu susah, namun karena dia sudah terbiasa, sekarang melompat tembok adalah hal yang mudah untuk dilakukan.

1 komentar