Dunia Ning Arum

Enjoy how my life and the lives of others

  • Home
  • About Me
  • Social
  • Features
    • Lifestyle
    • Sports Group
      • Category 1
      • Category 2
      • Category 3
      • Category 4
      • Category 5
    • Sub Menu 3
    • Sub Menu 4
  • Contact Us

 Kenalkan namaku Eilen, tapi teman-temanku sering membaliknya, menjadi Nelie. Bel istirahat baru saja berbunyi, bahkan guru fisikaku belum meninggalkan kelas, Beliau masih membereskan barang-barangnya. Begitupun teman-temanku, mereka juga sedang memebereskan barang-barang di dalam meja, lalu mengeluarkan kotak makan yang sudah mereka bawa dari rumah.

“Saya pergi dulu ya. Assalamualaikum,” pamit guru fisikaku sambil menjenjeng tas dan melangkah meninggalkan kelas.

Aku menoleh ke kiri, teman sebangkuku sudah pergi duduk di bangku lain. Sendiri lagi. Lalu aku beranjak mendekat ke mereka yang sedang menyantap makanannya. Sejak di tahun kedua sekolah menengah atas aku tak lagi membawa bekal, karena rasanya tak seperti dulu ketika kelas sepuluh. Asing, sangat asing, membuatku merasa aneh.

Aku menatap mereka yang saling melontarkan candaan, sesekali bertukar makanan. Mereka riuh dan aku tak tau harus berbuat apa, itu sebabnya aku selalu diam. Aku memilih untuk tetap tersenyum, sesekali tertawa keras seperti apa yang mereka lakukan. Sejujurnya, di detik itu juga aku ingin menangis. Rasanya, aku tetap merasakan sendiri, mereka ada di depanku, mereka nyata. Tapi, perasaanku hilang perlahan, menjadi kefanaan yang selalu menyakitkan.

Aku selalu merasa canggung bahkan ketika aku sudah mengenal mereka berbulan-bulan. Namun, lagi-lagi rasanya sangat aneh, masih tetap merasa sendiri.

“Eh, foto yuk.”

Semua berdiri, mengangkat ponsel, bergaya, bersiap untuk mengambil foto. Sedangkan aku, aku memilih untuk melangkan mundur. Memperhatikan, dan membiarkan mereka berfoto sebanyak mungkin. Aku tak suka berfoto, aku tak bisa bergaya di depan banyak orang, aku tak suka melakukan apa yang mereka suka. Tentu, ini salah satu alasan kenapa aku merasa asing. Dunia kita berbeda.

Aku duduk kembali di kursi. Memperhatikan mereka yang berfoto dengan gaya bebas, seperti tak ada pikiran yang mengganjal ketika menatap wajah masing-masing. Sendiri lagi. Tak di rumah, di sekolah, selalu sendiri. Aku tersenyum melihat mereka, aku ingin seperti itu. Aku ingin berfoto, tertawa, bercanda sebebas itu. Mereka masih bisa melakukannya walau aku tau hidup mereka tak sebahagia itu.

Oke. Bel pulang sudah berbunyi, aku melangkan menuju tempat parkir, mencari keberadaan motorku. Meninggalkan sekolah, satu beban mulai runtuh. Batinku selalu berteriak, “Cepat sampai rumah! Cepat sampai rumah! Lalu istirahatlah.” Yah, walau aku tau bahkan di rumah pun aku akan sendiri, aku tak memiliki teman. Karena ego.

Tak ada yang bisa menjadi temanku, itu kenyataan. Orang-orang mungkin tak akan bisa membuatku bertahan di sisi mereka, dan aku yang jelas akan memilih mundur jika sudah merasa tak nyaman. Jangan tanyakan mengapa aku menjadi seperti ini, karena aku benar-benar tidak tau. Tiba-tiba segalanya berubah, menjadi asing, menjadi aneh, dan menjadi menyedihkan.

Mungkin, jika seseorang sudah sedat denganku sejak dulu dan aku menceritakan apa yang terjadi sekarang, mereka tidak akan percaya. Seperti malam itu, percakapanku dengan Kakak.

“Mbak itu orangnya nggak bisa kayak kamu, tertawa sama temen, bercanda sama temen. Mbak bercanda itu Cuma sama kamu,” begitu katanya sambil menggangguku yang sedang tiduran di kamar.

“Aku pendiam kok.”

“Nggak mungkin.”

Aku hanya tersenyum ketika Mbak berbicara seperti itu. Tak ada yang benar-benar mengetahuiku, bahkan Mbak. Tidak ada yang tau bagaimana perasaanku yang sebenarnya, tak ada yang tau rasa sepi yang selalu kurasakan. Aku memang tertawa keras, tapi semua itu tak berguna, karena dengan akhirnya aku akan menangis di rumah.


Malam itu aku di rumah sendiri. Ayah dan Ibu sedang menghibur diri. Kakak laki-lakiku juga sedang pergi, mencari kebahagiaan yang tak ia temukan di sini. Sedangkan kakak Perempuanku tak ada di rumah, ia tinggal di Surabaya, dan pulang besok lusa.

Seperti itulah hari-hariku di setiap malam. Sendiri, sepi, dan sunyi. Ah, mereka selayaknya temanku, iya, sepi, sunyi, dan sendiri adalah temanku. Oh, ditambah novel-novel Kakak perempuanku yang biasanya ku baca saat merasa bosan. Mungkin bisa di bilang, sebuah benda di dalam rumah adalah temanku ketika manusia tak ada bersamaku.

Malam itu aku berbicara pada salah satu teman yang menemaniku kemana pun aku pergi, bukan tempat tadi, namanya pikiran.

“Aku datang.”
Lepas senyummu, dan menangislah di pelukanku.

“Aku tak sedang ingin menangis.”
Kenapa?

“Karena cerita hari ini cukup indah.”
Bukan cerita temanmu, kan?

“Cerita mereka. Hari ini mereka bercerita dengan bahagia. Kau tau, kisah cinta mereka begitu indah, hingga membuatku tersenyum mendengarnya. Ditambah kisah-kisah bersama temannya yang sangat baik.”
Telinga dan Hati mu juga punya rasa lelah

“Berisik, diam saja kau.”
Aku tak bisa diam

“Kenapa?”
Karena aku ceritamu yang tak pernah kau selesaikan

“Kau tau, mereka tak pernah peduli denganmu. Lagian, sudah aku saja yang merasakan. Aku tak ingin mereka merasakan sakit yang kusara.”
Mereka yang tak peduli dengan ku atau kau yang tak mau memberi tahu?

“Untuk apa kau lakukan ini? Sudahlah, tak ada yang mau mendengar. Sekali ada, mereka hanya ingin tau, tanpa peduli.”
Ya sudah, tenggelamkan saja aku dihidupmu tanpa ada titik yang mengakhiri

Itulah kita, setiap malam selalu bertengkar. Memang, pikiranku tak pernah sejalan dengan hati.

Setiap malam pikiranku selalu membuatku marah. Dia tak pernah mengerti bahwa aku sudah lelah di sakiti. Aku sudah lelah diberi buangan muka. Aku sudah lelah dengan segala rekayasa. Aku pulang hanya untuk mencari tenang, tapi dia merusak semuanya. Dia malah membuat tenangku menjadi riuh kepala yang tak pernah berhenti. Seharusnya dia tau aku ingin mengakhiri tanpa perlu diungkit kembali. Ah, dasar pikiran lemah!

Dan sekarang, pikiranku malah berlari tak karuan. Membuatku pusing ingin berteriak hingga lepas segala beban kepala. Tentu saja, hujan berserta petir ganas itu mulai menghantam. Sakit sekali ketika aku mendengar suara petir ganas yang mengusik.

Sudah kubilang, jangan menyembunyikan aku!
“Sudah kubilang juga, berhenti meraung untuk hal yang tak tentu. Dan hanya menyakiti.”

Siapa bilang itu menyakiti? Kau tak tahu rasanya
“Karena aku tahu, aku diam tak berkata apapun.”

Bodoh. Dasar bodoh. Kau terlalu takut terabaikan, tapi kau malah membunuh dirimu perlahan
“Bajingan! Diam kau pikiran lemah yang tak pernah memiliki perasaan.”

Segera aku pergi dari dunia ini, berganti pada alam mimpi yang selalu membantuku istirahat walau tak benar-benar istirahat.

Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

ABOUT ME

Hai, perkenalkan saya Wahyuning Arum. silakan e-mail ke wahyuningarum03@gmail.com untuk kerja sama

SUBSCRIBE & FOLLOW

POPULAR POSTS

  • Pengalaman Waktu Pertamakali Masuk SMP
  • Pengalaman waktu pertamakali masuk sma
  • Rekomendasi Channel Youtube untuk Pengembangan Diri
  • Ada Kegelisahan di Wajah Setiap Insan
  • Jogja Bersama dengan Kenangannya
  • Tiga Manusia; Empat bersama; Bersahabat
  • Ratu | Bagian 2 | Risma
  • Ratu | Bagian 1 | Pertemanan
  • Tentang Sepi dan Kosong yang Menjadi Momok di Sepanjang Hari
  • Rania Bahagia

Categories

  • Cerita Kita 9
  • Ratu 11
  • Rekomendasi 1
  • Review 1

Cari Blog Ini

Intellifluence Trusted Blogger

Arsip Blog

  • ►  2022 (5)
    • ►  Juni (1)
    • ►  Januari (4)
  • ►  2021 (5)
    • ►  Desember (1)
    • ►  November (4)
  • ►  2020 (10)
    • ►  November (1)
    • ►  Maret (2)
    • ►  Februari (1)
    • ►  Januari (6)
  • ▼  2019 (10)
    • ▼  Desember (2)
      • Ada Aku Di Balik Saya
      • Teman Pikiran
    • ►  September (3)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Mei (2)
    • ►  April (2)
  • ►  2016 (2)
    • ►  Mei (1)
    • ►  April (1)
Diberdayakan oleh Blogger.
  • Beranda

Popular Posts

  • Rekomendasi Channel Youtube untuk Pengembangan Diri
  • Pengalaman Waktu Pertamakali Masuk SMP
  • Jadi, bahagia itu apa?
  • Tiga Manusia; Empat bersama; Bersahabat

Labels

Designed by OddThemes | Distributed By Gooyaabi Template