Jatuh Cinta


Jatuh Cinta

Aku memiliki mimpi menjadi seorang penulis. Mimpi itu muncul ketika aku kelas dua smp, ketika masalah sedang mendatangi hari-hariku, ketika aku tak tau harus percaya kepada siapa. Aku sudah menulis dari kelas lima SD, tapi berhenti karena pikiranku masih tak mampu untuk menuliskan hal-hal yang banyak. Lalu, berlanjut ketika aku kelas satu SMP, ketika itu aku menulis di blog ini-pengalaman pertama kali masuk smp, study tour. Aku lebih sering membuat puisi dan menulis buku harian kala itu, aku jatuh cinta. Iya, aku menyukai seseorang, tapi aku tidak bisa berkata, aku hanya bisa memendam.

Jika aku tak pernah jatuh cinta, mungkin aku tak akan pernah menulis cerita-cerita wattpad itu. Aku menyukainya, karena tidak mungkin aku mengungkapkan padanya, aku memilih menuliskan dia di kertas-kertas buku harian. Aku sembunyikan dia dibalik nama yang bukan dia, aku membuat segalanya seperti dia hanya temanku, aku tidak punya perasaan untuknya. Tentu itu cukup sulit bagiku, tapi semua berhasil, tiga tahun itu terpendam tanpa ada satu orangpun yang tau. Hingga akhirnya sekarang semua terbongkar, sahabatku yang dulu juga mencintai dia, sudah tau. Hampir seluruh temanku tau, hanya dia yang tidak tau.

Pengecut memang, aku hanya berani menuliskan dia di dalam tokoh-tokoh yang tak nyata, aku hanya berani mengakui perasaanku pada puisi, dan cerita yang tak nyata. Jalan ini memang buntu, karena dia tak akan tau, tapi jalan lebih baik daripada aku harus mengungkapkan dan akhirnya kehilangan. Ketika aku merasa senang dengan kehadirannya, aku selalu menulis puisi atau membuat cerita baru tentang dia, itu yang aku lakukan agar semua kenangan dan kejadian memiliki memori, arti, dan kegunaan sendiri. Aku tak ingin membuang kenangan itu dengan sia-sia, jika bisa dijadikan sebuah karya, kenapa harus dibuang?

Aku selalu membayangkan, ketika suatu saat nanti dia tau bahwa karakternya ada di dalam tokoh-tokoh cerita yang aku tulis, dia akan tersenyum. Tapi itu hanya sebuah bayanganku, aku tidak tau apa yang benar-benar terjadi.

Oh iya, dia itu temanku. Aku setiap hari bertemu dengannya, berbicara, bergurau, atau apapun itu dengannya. Kejadian-kejadian sejak empat tahun yang lalu selalu aku kenang, jika saja waktu bisa diputar, aku ingin memutarnya, dan mengulangi momen-momen bahagia itu terus-menerus hingga bosan. Aku merindukan momen itu, karena sekarang momen itu tak pernah terjadi. Bahkan, untuk bertemu dengannya saja aku harus mencari-cari kesempatan.

Sekarang, aku satu sekolah dengannya. Dari kelas satu SMA, aku selalu mencari cara agar bisa melihat dia, seperti waktu upacara, ketika ke kamar mandi, atau saat pulang sekolah. Sulit sekali untuk melihat wajahnya, dan terkadang aku juga merindukan suaranya. Tak ada yang bisa aku lakukan ketika merindukannya selain menulis, selain mendoakannya, selain menjadikannya puisi-puisi malamku.

Semoga saja, dia membaca semua tulisanku. Aku ingin dia tau tentang perasaanku suatu saat nanti, aku ingin dia tau bahwa senyumnya bisa membuahkan sebuah karya.  Aku ingin dia tau, bahwa jatuh cinta kepadanya bukanlah hal buruk, walau cinta ini tak terbalas. Nyatanya, karena cinta itu aku mampu menulis puluhan puisi, merangkai puluhan kata.


-Alicia, untuk dia.

0 komentar