Mungkin semesta
sedang menertawakanku sekarang. Mungkin saja mereka juga bingung denganku.
Mereka bingung apa yang sedang aku lakukan sekarang, atau mereka menertawakanku
karena aku ini aneh, aneh sekali. Mana mungkin ada manusia yang berharap mengulang
waktu hanya pada satu titik. Kamu tau waktu apa itu? Itu adalah waktu dimana
kamu berbicara padaku. Saat dulu, aku duduk di kursi, kamu duduk di atas meja
sambil bercerita, aku hanya seorang pendengar yang didalam hati selalu berkata,
“Ciptaanmu begitu indah, Tuhan.”
Oh, ya, ada juga
momen-momen yang aku rindukan saat bersamamu, yaitu saat kamu berkata, “Dia itu
saudara gue.” Kalau diingat, lucu sekali ekspresimu saat itu. Kamu selalu marah
ketika mereka tidak percaya bahwa aku saudaramu, mereka selalu bertanya padaku
tentang kebenaran itu, dan aku hanya bisa menjawab, “Nggak tau.” Lalu, setelah
kamu dengan jawabanku, kamu pasti marah dan bilang, “Serius, tanya aja sama
bokap lo.”
Ah, andai aku bisa
mengulang momen-momen itu, yang akan aku ubah adalah,
1.
Aku akan percaya bahwa kamu
saudaraku
2.
Aku akan selalu mau membantumu
3.
Ketika kamu ingin berkomunikasi
denganku, aku akan selalu menjawab
4.
Aku tidak akan membiarkan hatiku
jatuh cinta padamu.
Dan, keinginan
nomor empat yang paling ingin aku ubah. Ketika aku sadar bahwa aku mencintaimu,
saat itu pula aku selalu ingin memutar waktu. Aku ingin kembali ke masa di mana
sosokmu adalah hal biasa bagiku. Kehadiranmu bukanlah yang kutunggu, karena
kita akan selalu bertemu. Namun, sayang sekali, kita hidup hanya sekali, tidak
bisa membuat waktu agar kembali. Yang bisa aku lakukan sekarang hanyalah waktu
di mana aku bisa melihatmu, aku bisa melihat bahwa kamu sedang baik-baik saja.
Apa kamu sekarang
sedang jatuh cinta? Atau sebenarnya di dalam hatimu masih ada sosok dia?
Sekarang, yang aku inginkan adalah kamu cerita tentang seseorang yang sedang
mengisi hatimu, seseorang yang selalu memenuhi pikiranmu. Dulu, kamu tiba-tiba
mengunggah fotomu bersama dia-mantanmu- saat itu aku pikir kalian menjalin kasih
kembali, itu sebabnya aku bertanya, “Balikan?” Tak butuh waktu lama untuk
mendapat balasan pesan darimu. “Enggak,” katamu. Syukur, batinku saat itu. Lalu
aku kembali bertanya, “Terus ngapain buat status sama mantan?” Kamu menjawab,
“Gue dikejar-kejar cabe-cabean.” Ingin tertawa ketika membaca itu. “Jadi dipost
biar nggak diganggu cabe-cabean?” balasku. “Enggak juga, sih,” jawabmu.
Aku tidak bisa lagi
menulis semua tentangmu. Terlalu banyak hal yang begitu membekas di hatiku.
Kehadiranmu selalu saja aku tunggu, entah mengapa. Jika waktu benar-benar bisa
terulang, aku tidak akan membiarkan momen-momen yang seharusnya indah malah aku
hancurkan karena ego, aku akan memanfaatkan waktu itu sebaik mungkin. Sekarang
aku menyesal, mengapa aku dulu seperti itu kepadamu? Mengapa aku selalu mementingkan
egoku. Aku membenci ini, sangat benci, karena ketika aku ingat hal-hal yang
dulu, penyesalan selalu memburu.
Sekarang, setiap
aku berpapasan denganmu, aku selalu ingin menyapamu, aku ingin berbincang
denganmu, tapi aku nggak bisa. Karena akan terasa aneh jika tiba-tiba aku
menyapamu. Sudahlah, biarkan saja rasa ini menghilang, aku akan merelakan.